Kenapa Tanggal 1 Mei Diperingati Sebagai Hari Buruh Sedunia? dan Apa Saja Pencapaiannya?
Hari Buruh Sedunia yang diperingati setiap tanggal 1 Mei memiliki latar belakang sejarah perjuangan kelas pekerja untuk mendapatkan hak-hak kerja yang adil dan manusiawi, terutama hak atas jam kerja 8 jam per hari.
Latar Belakang Sejarah:
1. Kondisi Buruh Abad ke-19
Pada awal Revolusi Industri, terutama di Amerika Serikat dan Eropa, kondisi kerja buruh sangat buruk:
-
Jam kerja bisa mencapai 12–16 jam per hari, bahkan lebih.
-
Upah rendah, tanpa jaminan kesehatan atau keselamatan kerja.
-
Pekerja anak dan perempuan juga dieksploitasi.
2. Tuntutan Jam Kerja 8 Jam
Gerakan buruh mulai menuntut “8 jam kerja, 8 jam istirahat, dan 8 jam rekreasi”. Kampanye besar-besaran untuk menuntut jam kerja 8 jam memuncak di Amerika Serikat pada 1 Mei 1886, ketika lebih dari 300.000 buruh di berbagai kota melakukan mogok kerja.
3. Peristiwa Haymarket (Chicago, 4 Mei 1886)
-
Di kota Chicago, aksi mogok berlanjut dan memanas.
-
Pada 4 Mei, terjadi demonstrasi damai di Lapangan Haymarket, namun berakhir ricuh ketika bom meledak di tengah polisi dan demonstran.
-
Beberapa polisi dan warga tewas; banyak aktivis buruh ditangkap dan 4 orang dihukum gantung, meski bukti mereka terlibat tidak kuat.
-
Peristiwa ini kemudian dikenang sebagai simbol pengorbanan dan perjuangan buruh.
4. Penetapan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional
Pada tahun 1889, Kongres Sosialis Internasional di Paris menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional untuk menghormati perjuangan buruh, khususnya para korban peristiwa Haymarket.
Di Indonesia
-
Hari Buruh sempat dilarang dan tidak diakui resmi selama Orde Baru.
-
Baru pada 2013, pemerintah Indonesia menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional.
Ternyata panjang dan sudah lama juga ya hari buruh itu di dunia Internasional, cuma di Indonesia baru-baru ini saja diperingatinya.
-
Jam kerja maksimal per hari,
-
Hari libur mingguan,
-
Cuti sakit dan cuti melahirkan,
-
Standar keselamatan kerja.
Hari Buruh Sedunia menjadi simbol perjuangan panjang dan solidaritas antarpekerja di seluruh dunia. Meski zaman sudah berubah, banyak isu ketenagakerjaan—seperti upah layak, perlindungan buruh informal, dan jam kerja yang manusiawi—masih relevan hingga hari ini.
Bloody Battle of the Overpass
Saya pernah melihat film dokumenter tentang pemogokan buruh "berdarah" karena berakhir dengan bentrokan antara petugas keamanan yang bengis yang dipekerjakah oleh perusahaan Ford.
peristiwa pemogokan berdarah (Bloody Battle of the Overpass) yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1937, terkait dengan Ford Motor Company. Ini adalah salah satu contoh konflik keras antara pekerja dan pengusaha besar di era awal serikat buruh industri otomotif.
Ringkasan Peristiwa "Battle of the Overpass" (26 Mei 1937):
-
Serikat buruh United Auto Workers (UAW) saat itu sedang berjuang agar diakui oleh Ford sebagai perwakilan resmi pekerja.
-
UAW mengadakan aksi damai di pabrik River Rouge, milik Ford di Dearborn, Michigan.
-
Mereka menyebarkan pamflet dan berusaha mengajak pekerja bergabung dengan serikat.
-
Namun, pasukan keamanan Ford (Security Department) yang dikenal brutal, menyerang para aktivis UAW, termasuk para pemimpinnya, di sebuah jembatan penyeberangan ke pabrik — yang kemudian dikenal sebagai “Overpass”.
-
Foto-foto kejadian itu tersebar luas di media, menunjukkan aktivis buruh dipukuli dan berdarah-darah.
Dampak:
-
Meskipun awalnya Ford menolak keras serikat, aksi ini justru menarik simpati publik pada perjuangan buruh.
-
Pada akhirnya, Ford terpaksa mengakui UAW pada tahun 1941, setelah tekanan bertahun-tahun.
Peristiwa ini menunjukkan betapa sengitnya perjuangan buruh untuk mendapatkan pengakuan hak-haknya — bahkan terhadap perusahaan-perusahaan raksasa seperti Ford.
Dampak Demo-Demo Buruh
Saya suka kasihan dengan demo-demo buruh yang menuntut haknya sering disudutkan bahkan oleh masyarakat sendiri. Padahal aturan yang berubah gara-gara demo itu juga menguntungkan pekerja "kerah putih", atau pekerja kantoran.
Banyak orang menikmati hasil dari perjuangan buruh tanpa sadar bahwa hak-hak itu didapat lewat jalan panjang, penuh pengorbanan, dan sering kali berdarah-darah.
Memang benar:
-
Cuti kerja, BPJS Ketenagakerjaan, upah minimum, jam kerja normal, bahkan libur nasional — semua itu hasil dari tekanan kolektif yang dulunya datang dari gerakan buruh.
-
Tapi ironisnya, ketika buruh turun ke jalan menuntut perbaikan, mereka sering dicap "mengganggu", "tidak tahu diri", atau bahkan "menghambat ekonomi", padahal tuntutannya sering juga menyentuh sektor pekerja kantoran dan informal.
Ada beberapa alasan kenapa persepsi ini muncul:
-
Kurangnya edukasi sejarah gerakan buruh — orang jadi tak tahu dari mana datangnya hak-hak yang sekarang dianggap biasa.
-
Narasi media kadang berat sebelah — menyorot sisi negatif demo (macet, ricuh), bukan isi tuntutannya.
-
Kesenjangan kelas dan stigma sosial — buruh dianggap kelas bawah, sehingga aspirasinya mudah diabaikan.
-
Perpecahan di kalangan pekerja sendiri — misalnya antara pekerja kerah biru dan kerah putih, padahal mereka sama-sama butuh perlindungan.
Perubahan besar biasanya datang dari aksi kolektif seperti demo. Bahkan banyak undang-undang ketenagakerjaan di dunia dihasilkan setelah tekanan dari gerakan buruh.
Berikut adalah beberapa hasil nyata di Indonesia yang merupakan buah dari perjuangan gerakan buruh, termasuk aksi massa dan tekanan publik selama bertahun-tahun:
🔹 1. Penetapan Upah Minimum (UMR/UMK)
-
Dulu: Tak ada standar minimum; pengusaha bisa bayar semaunya.
-
Sekarang: Pemerintah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Kabupaten/Kota (UMK) setiap tahun.
-
Perjuangan: Tekanan dari serikat buruh untuk menciptakan sistem pengupahan yang adil.
🔹 2. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan)
-
Termasuk jaminan:
-
Kecelakaan kerja
-
Kematian
-
Hari tua
-
Pensiun
-
-
Dulu: Buruh hanya bergantung pada belas kasihan perusahaan.
-
Sekarang: Ada perlindungan formal dan bisa diklaim langsung oleh pekerja.
-
Perjuangan: Aksi nasional dan desakan legislatif agar sistem jaminan sosial lebih menyeluruh.
🔹 3. Jam Kerja Maksimal dan Lembur
-
Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003) mengatur:
-
Maksimal 8 jam kerja per hari / 40 jam per minggu
-
Lembur wajib dibayar lebih tinggi
-
-
Dulu: Jam kerja bisa tak terbatas dan lembur tak dihitung.
-
Sekarang: Ada perlindungan hukum.
-
Perjuangan: Serikat buruh konsisten menolak eksploitasi waktu kerja.
🔹 4. Cuti Melahirkan dan Hak Perempuan
-
Cuti melahirkan minimal 3 bulan, dengan gaji penuh.
-
Hak menyusui juga dilindungi.
-
Dulu: Banyak buruh perempuan diberhentikan saat hamil.
-
Sekarang: PHK karena hamil atau menikah bisa dituntut secara hukum.
-
Perjuangan: Advokasi dari organisasi buruh perempuan dan LSM.
🔹 5. 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional (2013)
-
Dulu: Hari Buruh tidak diakui dan bahkan dicurigai (terutama di era Orde Baru).
-
Sekarang: 1 Mei menjadi hari libur resmi nasional.
-
Perjuangan: Bertahun-tahun aksi damai dan diplomasi oleh serikat buruh agar dihormati seperti di negara lain.
🔹 6. Penolakan UU Omnibus Law (meski masih kontroversial)
-
Meski tetap disahkan, gerakan buruh berhasil:
-
Menarik perhatian publik luas
-
Membuka ruang gugatan konstitusional
-
Menekan beberapa pasal untuk direvisi
-
-
Ini menunjukkan kekuatan opini dan tekanan massa tetap berpengaruh.
Semua capaian ini tidak datang begitu saja. Ada keringat, waktu, dan keberanian yang diberikan oleh para buruh dan aktivis mereka. Bahkan mereka yang duduk nyaman di kantor pun ikut menikmati hasilnya.
Comments